Cinta,
merupakan kata yang tidak asing dan hampir setiap waktu kita menjumpainya.
Mungkin kita sendiri pernah mengalaminya atau bahkan saat ini sedang merasakan
Cinta. Jika seseorang dihinggapi Cinta, maka tidur tak akan nyenyak, makan tak
terasa enak, merasa gelisah sepanjang waktu, dan perasaan-perasaan aneh
lainnya.yang semua hal itu dapat tawar jika kita menjumpai “objek Cinta” kita.
Saat seseorang dilanda Cinta , pecinta tersebut akan melihat objek yang
dicintainya sebagai sosok yang teristimewa, padahal belum tentu orang lain yang
melihat objek itu akan beranggapan bahwa dia adalah istimewa, hal ini
dikarenakan seorang pecinta melihatnya dengan pandangan yang berbeda yang tidak
dimiliki oleh orang lainnya.
Bagaimanakah Cinta dapat muncul,
dalam bukunya yang berjudul Taman Orang Jatuh Cinta, Ibnu Qoyim
Al-Jauziyah menjelaskan “Adalah rasa
Cinta pada diri pecinta dan sifat-sifat yang terdapat pada diri yang dicintai
sehingga melahirkan rasa cinta pada orang yang mencintainya. Hal ini merupakan
bentuk perjalinan antara dua pihak, yaitu antara makhluk dengan makhluk di
dalam suatu keharmonisan.” Jadi jelaslah bahwa rasa Cinta yang muncul dan
bersemi pada diri seorang pecinta karena dia tertarik terhadap suatu hal dalam
diri orang yang dicintai.
Cinta beragam dan
bertingkat-tingkat, di dalam buku yang sama, dijelaskan bahwa; Cinta yang
paling utama adalah cinta seseorang karena Allah SWT. baik cinta karena
kesamaan mencari pekerjaan, kesesuaian asal madzab, karena ilmu yang dimiliki,
kekerabatan, karena persahabatan, cinta karena sama-sama suka berbuat kebajikan,
cinta karena melihat kedudukan yang dicintai, cinta karena masing-masing
mempunyai rahasia yang dipendam, karena untuk mendapatkan kenikmatan, bahkan
cinta yang tidak dilandasi suatu alasan yang pasti dan lain sebagainya. Yang pasti,
semua jenis cinta tersebut akan sirna bersama dengan hilangnya penyebab, dan
akan bertambah seiring dengan bertambahnya penyebab rasa cinta itu muncul.
Yang menjadi permasalahan terkait
rasa “Cinta” adalah, cara mengelolanya. Rasa cinta dapat membawa seseorang
menuju kepada kemuliaan atau bahkan dapat menjerumuskannya kepada kehinaan.
Rasa Cinta jika dikelola secara benar, diarahkan kepada hal yang pada tempatnya
akan menuntun seorang pecinta kepada kemuliaan dan kebahagiaan hidup. Akan
tetapi jika Cinta tdak dikelola secara benar, maka akan menuntun pecinta kepada
kebinasaan. Banyak
fenomena yang disajikan di media masa yang dapat menjadi bahan pelajaran bagi
kita, sering kita melihat kasus perkosaan, hamil di luar nikah, bunuh diri
karena ditinggal kekasih, dibuangnya bayi yang dilakukan oleh orang tua kandungnya sendiri, dan
berbagai kasus mengerikan lainnya yang diakibatkan karena tidak dapat mengelola
rasa Cinta secara benar.
Lalu
bagaimanakah cara mengelola rasa Cinta secara benar sehingga menuntun kita
kepada kemuliaan dan kebahagiaan? Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Tidak ada yang lebih indah bagi pandangan orang-orang yang jatuh cinta
selain menikah.” Merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim yang sudah
siap dan matang untuk segera menikah. Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa diantara
kalian yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena dengan pernikahan akan
lebih mudah untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa tidak
sanggup melaksanakannya, hendaklah ia berpuasa, karena puasa akan menjadi
perisai baginya.“ (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dengan
hadits tersebut Rasulullah Saw. Memberikan tuntunan bagi kaum pemuda agar
menjadikan nikah sebagai penawar yang ampuh dalam masalah ini. Apabila tidak
sanggup maka dianjurkan untuk berpuasa. Karena puasa dapat memecahkan kuatnya
birahi dan dapat lebih mudah untuk mengendalikannya. Birahi akan lebih
bergejolak dengan banyaknya makanan yang masuk ke dalam perut. Porsi makan dan
jenis makanan yang masuk akan berpengaruh pada
tingkat kekuatan birahi. Dengan berpuasa, akan mempersempit ruang gerak hasrat
sehingga yang bersangkutan akan mudah menahan bahkan bisa memadamkannya.
Dalam buku yang sama, Ibnu Qoyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa,
Puasa yang disyariatkan dapat menyeimbangkan dorongan sex. Keseimbangannya merupakan
bentuk kebaikan dari dua keburukan. Jalan tengah diantara dua jalan yang
tercela, yaitu menghilangkan birahi secara total atau menuruti secara
berlebihan. Keduanya keluar dari keseimbangan sedangkan sebaik-baik urusan
adalah yang pertengahan. Setiap bentuk perilaku yang baik adalah yang
tengah-tengah dari dua hal; meremehkan atau berlebih-lebihan. Demikian halnya
agama yang lurus, ia berada di tengah dua sisi jalan yang menyimpang. Demikian
juga sunnah yang berdiri di antara dua jenis bid’ah. Yang jelas bahwa
pertengahan adalah jalan yang terbaik.
2 komentar:
bagus nih artikelnya. Mantap!
kontennya bagus, trims
cantik
Posting Komentar